Beranda | Artikel
Adab dan Akhlak Kepada Orang Tua
Selasa, 8 September 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Adab dan Akhlak Kepada Orang Tua merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Mencetak Generasi Rabbani. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 20 Al-Muharram 1442 H / 08 September 2020 M.

Kajian Islam Ilmiah Tentang Adab dan Akhlak Kepada Orang Tua

Menanamkan akhlak mulia, mengenakan kepadanya pakaian adab ini adalah prioritas utama dalam pendidikan. Dan pendidikan bisa diidentikkan dengan pembinaan akhlak lebih daripada sekedar menyampaikan maklumat atau pengetahuan.

Adab merupakan tolak ukur bagi seseorang, bahkan bagi iman seseorang. Oleh karena itu menanamkan adab ini harus dilakukan sejak dini. Tentunya pendidikan akhlak ini bisa kita lakukan kepada anak kecil sekalipun. Karena ini tidak perlu nalar, tapi ini perlu panutan dan teladan, bukan hanya dengan ceramah dan nasihat. Yang terpenting adalah menjadikan diri kita menjadi teladan nyata di hadapan anak-anak atau di hadapan anak didik kita. Sehingga muncul pepatah “Guru kencing berdiri murid kencing berlari” artinya murid akan meniru lebih daripada apa yang dia lihat dari gurunya. Maka dari itu sebagai orang tua kita harus menampilkan satu sosok yang bisa mereka tiru, yang bisa mereka teladani.

Ada satu istilah: “Guru itu digugu dan ditiru”, diikuti setiap gerak-geriknya. Apalagi anak atau murid, mereka itu adalah peniru yang paling ulung. Apa yang mereka saksikan akan mereka lakukan, apa yang mereka dengar akan mereka ucapkan, begitulah anak. Maka pendidikan akhlak ini lebih kepada keteladanan. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mendidik manusia juga dengan keteladanan. Allah mengutus NabiNya sebagai teladan.

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّـهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

Sungguh pada diri Nabi itu ada teladan yang baik bagimu untuk diikuti.” (QS. Al-Ahzab[33]: 21)

Itulah pembinaan akhlak. Ini adalah tugas orang tua dan siapa saja yang berkecimpung di dalam lembaga-lembaga pendidikan. Guru harus bisa menampilkan sosok teladan di depan murid. Mungkin ini satu yang hilang dari lembaga-lembaga pendidikan kita. Karena guru tidak lagi menjadi sosok yang dipanuti, diteladani, ditiru. Guru hanya sekedar menyampaikan maklumat dan pengetahuan supaya anak tahu ini, tahu itu, bisa ini, bisa itu. Adapun akhlak, itu tidak lagi menjadi fokus mereka. Bahkan bukan merupakan tanggung jawab mereka.

Mungkin sebagian guru hari ini merasa bahwa pembinaan akhlak itu bukan tanggung jawab mereka. Mereka merasa dibayar bukan untuk itu. Nah, ini yang perlu kita benahi dalam lembaga-lembaga pendidikan kita. Bagaimana pembinaan akhlak ini harus jadi prioritas pertama. Karena ini yang sulit, daripada sekedar kita menyampaikan maklumat-maklumat pengetahuan kepada anak. Kalau itu saja, mungkin anak bisa belajar dari internet hari ini. Apalagi pada masa sekarang ini, belajar jarak jauh, kuliah jarak jauh, anak-anak bisa belajar lewat internet, dia bisa mencari pengetahuan apapun dari Google atau dari mesin pencari lainnya. Tapi mereka tidak dapat pendidikan akhlak disitu bahkan mungkin sebaliknya. Justru belajar di internet itu mengikis sebagian bahkan mungkin seluruh dari akhlak mereka.

Munculnya anak-anak yang anti sosial, tidak mengerti berinteraksi, tidak tahu cara bertutur kata, ini mungkin karena keasyikan berada di dunia maya. Sehingga ada satu istilah “tiba-tiba orang jadi autis” padahal bukan autis. Kata orang “membuat yang dekat jadi jauh, dan yang jauh dari jadi dekat.”

Sekarang pendidikan saja dihadapkan kepada tantangan itu. Hari ini kita belajar online, jarak jauh. Banyak kajian-kajian juga jarak jauh. Sehingga sosok guru tidak terlihat lagi kecuali di dalam layar. Jadi memang ini yang perlu diperbaiki pada lembaga-lembaga pendidikan. Supaya para guru itu punya satu visi dan misi dalam membangun akhlak. Ini perlu kebersamaan karena ini merupakan satu kesatuan yang harus ditampilkan secara utuh. Yaitu keteladanan akhlak di dalam dunia pendidikan kita.

Ini adalah sesuatu yang hilang dari dunia pendidikan kita hari ini. Lalu bagaimana kita bisa memunculkan kembali perhatian lembaga-lembaga pendidikan kepada pembinaan akhlak? Dan tentu saja ini tidak akan berhasil tanpa kerjasama dengan orang tua di rumah. Ada beberapa poin yang perlu kita tekankan di dalam pembinaan dan pendidikan akhlak ini.

Adab terhadap orang tua

Kita tanamkan kepada anak untuk hormat kepada orang tua atau kepada orang yang lebih tua darinya. Ini adalah sesuatu yang disampaikan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di dalam hadits beliau:

مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا

“Tidak termasuk orang yang berada diatas sunnah kami siapa saja yang tidak menghormati orang yang lebih tua darinya.”

Jadi menghormati, patuh dan berbakti kepada orang tua, ini merupakan salah satu adab yang sangat penting untuk ditanamkan di sekolah. Jangan justru sekolah mendidik anak untuk melawan orang tua. Terlepas pemahaman sekolah dan orang tua berbeda, adab harus ditanamkan. Bagaimana berinteraksi kepada orang tua. Apalagi anak-anak kecil, pendidikan dasar itu adalah pendidikan yang paling penting. Karena dia adalah dasar yang membentuk karakter anak. Maka harus ditanamkan sejak kecil tentang bagaimana dia hormat kepada orang tua.

Misalnya dalam menampilkan wajah di hadapan orang tua. Misalnya dengan wajah yang lembut, penuh senyum kepada orang tua, tidak memasang wajah yang sengit kepada orang tua. Dimulai dari situ, penampilan ketika berhadapan dengan orang tua.

Demikian juga ketika berbicara. Misalnya kita mulai dari cara memanggil orang tua. Ada beberapa sebutan yang kembali kepada ‘urf (kebiasaan). Misalnya di negeri kita, orangtua dipanggil “Pak” atau sejenisnya. Masing-masing daerah mungkin punya sebutan yang berbeda-beda. Tapi yang kita kenal secara ‘urf adalah panggilan kehormatan untuk orang yang lebih tua, maka panggilan orang tua kita dengan panggilan yang secara ‘urf dikenal di kalangan masyarakat sebagai panggilan kehormatan.

Juga tidak memanggil orang tua dengan namanya, misalnya. Karena di masyarakat kita itu adalah suatu yang tidak baik dan bertentangan dengan adab. Di sini kita tidak bisa membandingkannya dengan -misalnya- di Arab sana biasa memanggil orang tua dengan namanya. Tentu ini berbeda, kita hidup di Indonesia yang punya sesuatu ‘urf yang berbeda dengan di sana. Di sana mungkin biasa, tapi di sini itu tidak biasa. Sebagian orang ada yang beralasan seperti itu lalu dia panggil orang yang lebih tua darinya dengan sebutan nama. ‘Urf yang ada di negeri ini harus kita ikut itu.

Dari sisi memanggil orang tua juga ada adab dan tata kramanya. Kemudian cara bicara juga dengan sopan dan lemah lembut, selalu berusaha untuk membuat senang kedua orang tua dan tidak membantah orang tua. Kalau tidak cocok, jangan langsung dibantah. Karena nanti kalau anak-anak ini menjadi orang tua, dia akan tahu bahwa orang tua tidak suka dibantah. Apalagi didebat.

Maka banyak orang-orang yang mau berdakwah kepada orangtuanya, tapi tiap bertemu dia berdebat. Tentu ini membuat orang tuanya tidak respect dan menganggap ajaran yang sedang dijalani oleh anaknya ini tidak baik karena mengajari anaknya untuk tidak sopan kepada orang tua. Maka dari itu ketika kita berdakwah kepada orang tua, hindari perdebatan. Orang tua bukan kita ajak untuk berdebat. Kita kalau kita ingin menyampaikan sesuatu, sampaikan dengan cara yang baik. Ketika kita lihat dia sepertinya kurang setuju ataupun kurang bisa menerima, maka tahan dulu, tunggu momen lain yang dia bisa diajak ngobrol dengan santai dan tenang. Demikian caranya, bukan dengan memaksakan. Karena hidayah juga bukan di tangan kita, kita tidak punya hak prerogatif untuk menyampaikan hidayah kepada siapapun, itu adalah hak Allah Subhanahu wa Ta’ala, kewajiban kita adalah menyampaikan dengan cara yang hikmah.

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ

Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl[6]: 125)

Terkadang sebagian anak itu lupa dan terburu nafsu ingin segera orang tuanya menerima argumentasinya. Tentunya kita saja ketika ada yang mendakwahi dan menasihati kita, kita tidak langsung menerima argumentasinya, kita akan pertahankan argumentasi kita. Demikian juga sama, orang lain juga seperti itu. Maka kita harus berkaca dengan diri kita juga. Ketika kita dinasihati, apa langsung kita terima? Terkadang kita juga tahan diri, bahkan ketika dinasihati orang kita menolak. Namun ketika kita menyampaikan nasihat, seolah-olah orang itu harus menerima nasihat kita, kalau tidak diterima berarti langsung jatuh vonis hukum atas dirinya. Langsung kita cap dia keras kepala, padahal baru satu atau dua kali dinasihati.

Jadi adab kepada orang tua ini yang perlu ditanamkan di sekolah. Karena memang orang tua juga merasa apa yang telah dikeluarkannya berupa biaya-biaya yang mahal hari ini terbayar dengan akhlak anaknya yang baik kepada dirinya. Tentunya orang tua sudah merasa dia sukses menyekolahkan anaknya ketika dia melihat anaknya ini punya adab kepada dirinya. Bukan semata-mata anaknya pintar ini dan itu. Dan pada hari ini memang akhlak kepada orang tua ini perlu ditanamkan kepada anak-anak didik kita.

Ketika sebagian orang tua menyuruh seorang anak untuk hormat, mungkin anak merasa bahwa itu untuk kepentingan ayah dan ibunya. Tapi ketika orang lain yang menyampaikan dan mendorongnya untuk berbakti dan hormat kepada orang tua, mungkin ini bisa lebih didengarnya karena yang menyampaikan itu orang lain, bukan orang tuanya sendiri.

Bagaimana penjelasan selanjutnya? Mari download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini..

Download mp3 Kajian Akhlak Kepada Orang Tua

Lihat juga: Cara Mendidik Anak dan Pentingnya Mencetak Generasi Rabbani


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48994-adab-dan-akhlak-kepada-orang-tua/